PRINGSEWU, MediaRCM.com – Ketua Dewan Pimpinan Cabang Komite Wartawan Reformasi Indonesia (DPC-KWRI) Kabupaten Pringsewu Davit Segara menjelaskan bahwa sejatinya jurnalistik, atau yang biasa kita disebut dengan nama wartawan sepenuhnya harus memahami tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) nya. Apalagi wartawan dibekali dengan pengetahuan cara menjalankan kewajiban, termasuk dibekali dengan pemahaman kode etik jurnalistik, yang barang tentu untuk ditaati atau diterapkan dalam kesehariannya untuk menjalankan sosial kontrol.
Dalam setiap pelatihan jurnalistik, pemateri condong selalu menekankan tentang etika. Termasuk mengingatkan tata cara penulisan yang benar dalam membuat berita. Terutama netralitas wartawan ditekankan, karena itu merupakan pijakan wartawan, tertulis di pasal satu kode etik yaitu wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
Ini disampaikannya pada sesi ngobrol santai di sekretariat DPC -KWRI bersama jajaran pengurus dan anggota.
Menurut Davit, tidak sedikit dari wartawan tidak sepenuhnya memahami kode etik jurnalistik. Padahal, kode etik berfungsi sebagai landasan moral dan etika agar seorang wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial secara penuh tanpa mengenyam pingkan kepentingan pribadi.
Sebagai contoh di era sekarang. Tidak sedikit dari wartawan yang bekerja amburadul. Menulis berita tidak becus, bahkan mirisnya lagi tidak mengedepankan kode etik dalam menjalankan tugasnya sebagai sosial kontrol.
Perlu diketahui, tugas wartawan yaitu bertanya dan menulis. Realitanya tidak sedikit yang memahami tentang itu. Mengapa?, masih banyak dari wartawan terkesan bertindak lucu-lucuan. Melakukan hal diluar fungsi sosial kontrol. Seperti melakukan pelaporan terhadap temuan yang mereka peroleh baik kepada aparat hukum maupun instansi terkait yang berkepentingan. Yang dimaksud melaporkan temuan tindak penyimpangan atau dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik dan pihak yang berkepentingan dalam mengurus uang rakyat.
” Inikan lucu-lucuan, apa diperbolehkan wartawan melaporkan temuan seperti itu?. Kalo ada seperti itu, ini mutlak telah melanggar kode etik jurnalistik, “sebut Davit Segara.
Lanjutnya, sekali lagi tugas wartawan tidak kurang tidak lebih bertanya dan menulis, bukan untuk melapor. Kecuali suatu hal atau persoalan yang menimpa atau merugikan wartawan itu sendiri, seperti tidak kekerasan atau penipuan yang menimpa dirinya atau yang berkaitan dengan kerugian kelembagaan wartawan termasuk manajemen yang berkaitan dengan internal, seperti perusahaan bisnis media yang dijalankannya.
Bilamana didapati temuan yang berhubungan dengan dugaan korupsi atau tindakan yang menyangkut merugikan keuangan negara, itu ditulis, dan disebarluaskan melalui media wartawan itu sendiri, jika melaporkannya, tentu saja ini akan menjadi sorotan publik tentang profesionalitas wartawan tersebut akan dipertanyakan oleh orang yang mengerti, dan sudah barang tentu ini akan memalukan.
“Dapat dipastikan penilaian publik tertuju pada profesionalitas wartawan, sedangkan sedangkan wartawan bukanlah lembaga bantuan hukum atau suatu lembaga berfungsi melapor, “ungkap wartawan jenjang Madya Dewan Pers tersebut.
Davit menambahkan, kepada instansi terkait untuk tidak melayani bilamana ada wartawan yang melapor temuan dugaan tersebut. Sebab bukan tugas fungsinya wartawan untuk melaporkan dugaa korupsi.
” Yang perlu dicatat, sekali lagi, wartawan bukanlah suatu lembaga yang berfungsi melapor dugaan korupsi, jika ini ada, maka yang menjadi terlapor bisa melaporkannya balik dengan dasar kapasitas dan fasilitas yang bukan kewenangan, karena yang berhak melaporkan untuk hal itu, ada kelembagaan tersendiri yang mempunyai payung hukum fungsi tetap sebagai fasilitator, “pungkasnya. ( red)