MediaRCM.Com| Pinjaman dana dalam upaya Pemkab Banyuwangi, menutupi defisit anggaran menuai kritik dan cibiran, ditengah dialektika publik yang semakin distras pada integritas maupun kepemimpinan Bupati Banyuwangi, yang telah melewati 100 hari masa jabatannya. Defisit anggaran dan belanja daerah, merupakan cerminan gagalnya “sistem besar” yang harus terawasi baik oleh seorang leader. Sistem yang didefinisikan tidak dilandasi dengan aspek fundamental keilmuwan maupun filosofi, menjadi langkah prioritas dan strategik dalam upaya mencapai tujuan/sasaran mensejahterakan masyarakat dan membuat semua menjadi bahagia.
Banyuwangi 22 Juni 2025
Penggunaan anggaran, harusnya berfikir setiap rupiah dana, akan memberikan dampak maupun manfaat sosial maupun “value for money”, seperti layaknya badan usaha swasta, memberikan IRR Interest Return Rasio, maupun Net Present Value/NPV dalam mendapatkan devisa bagi daerah yang akan dikembalikan lagi pada rakyatnya, untuk ruang ruang bahagia yang semakin banyak.
Pemimpin hebat nan berintegritas “tidak lacur” pada rakyatnya sendiri. Mampu mengelola ruang fiskal terbatas namun mampu mewujudkan berbagai karya yang masyarakatnya terangkat harkat dan martabatnya. Seorang leader dalam kondisi apapun, tidak akan pernah menyusahkan rakyatnya, karena kewajiban pemimpin seperti yang tertuang dalam amanat UUD 1945. Bukan malah rakyat menjadi “sasaran tembak” dalam “perburuan” pajak-pajak yang semakin “mencekik” dalam ketidak mampuan menciptakan ruang ekonomi dan layanan sosial meningkat.
Kepala Pemerintah (Daerah) adalah pemegang kekuasaan dan aset publik, belum lagi kewenangan kebijakan dapat dikeluarkan sebagai kuasa untuk mengkomandoi “kapal besar birokrasi” seharusnya tidak menghianati amanat publik ini. Bumi Blambangan memiliki segala modal resourching bahkan anugerah gunung emas, milik anak cucu Putra Blambanganpun, dikorbankan tidak menjadikan ungkitan ekonomi signifikan, bahkan diwarisi hutang pada rakyatnya, dengan cara pengembalian “target pajak-pajak”, sangat dangkal dan primitif bahkan masuk dalam fedolism gaya baru penguasa.
Bagaimana kondisi kedepan, dengan rakyat yang semakin “terpuruk” terhadap beban hidup dan menurunnya kwalitas sumber daya. Cara penyelesaian adu domba dan meredam mereka yang bersuara kritis dijadikan alat kekuasaan yang korup, menutup alibi ketidakmampuan dan mengadu domba kelompok/individi yang miris melihat tanah kelahirannya untuk “dirusak” dan mencari keuntungan sekelompok pihak dari lingkaran kekuasaan saat ini. Suara kritis justru menginginkan kerusakan 3 periode tidak berlnjut dalam pola dinasti yang terus berjalan. Berharap pemimpim yang baru, dapat segera membalik kondisi dan keadaan Masyarakat Bumi Blambangan menjadi pemilik kedaulatan sebenarnya. Menghilangkan segala bentuk korupsi dan manipulatif, menggantikan para pejabat yang membangkangi dan tidak berperan sebagai ASN penyelenggaran layanan yang baik, supaya bupati dan para punggawanya tidak “tertuduh”, beban hutang dan kerusakan yang terjafi akibat anda semua sebagai bagian catatan rezim.
Tim Redaksi Media RCM BWI