Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat Audiensi Dengan Kemenag Dan Dinas Pendidikan Belum Ada Respon Positif

Reporter Media RCM Banten 32 Views

 

MAGELANG ll mediarcm.com ll  Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat Menggelar Audiensi di Ruang Gedung DPRD Kabupaten Magelang, Rabu (17/12/2025).

Audiensi ini menjadi ruang penyampaian aspirasi para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK yang menuntut kejelasan serta keadilan dalam persoalan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI).

Audiensi tersebut dihadiri oleh perwakilan DPRD Kabupaten Magelang, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magelang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), perwakilan guru PAI, serta asosiasi guru.

- Advertisement -

Komandan GPK Aliansi Tepi Barat, Pujiyanto atau yang akrab disapa Yanto Pethuk, menegaskan bahwa kehadiran GPK dalam audiensi tersebut merupakan bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap para guru PAI yang merasa hak profesionalnya tidak mendapatkan perhatian serius dari negara.

Menurut Yanto, guru PAI memiliki peran strategis dalam membentuk karakter, moral, dan akhlak generasi muda. Namun ironisnya, kesejahteraan dan hak profesional mereka justru terkesan dipinggirkan.

“Guru PAI sudah menjalankan kewajiban mendidik anak-anak bangsa, khususnya pendidikan akhlak dan keagamaan. Tapi kenyataannya, hak mereka justru tidak diprioritaskan. Ini jelas tidak adil,” tegas Yanto di hadapan forum audiensi.

Dalam audiensi tersebut, perhatian juga tertuju pada penanganan kasus dugaan pelanggaran dalam program akselerasi atau percepatan PPG GPAI di Kabupaten Magelang. Sejumlah pihak mempertanyakan langkah Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Magelang yang hingga kini baru menetapkan pelaksana teknis di level bawah sebagai tersangka.

Sementara itu, peran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang serta Kementerian Agama Kabupaten Magelang dinilai belum tersentuh proses hukum, meski keterlibatan kedua instansi tersebut dinilai cukup signifikan.

Pertanyaan itu mencuat setelah terungkapnya sejumlah fakta administrasi dan fasilitasi kegiatan percepatan PPG GPAI yang melibatkan langsung kedua instansi pemerintah tersebut.

Salah satu fakta yang disorot adalah pelaksanaan Rapat Koordinasi (Rakor) Persiapan PPG GPAI yang digelar pada 27 Februari 2024 di Gedung Serbaguna Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang.

Rakor tersebut dilaksanakan berdasarkan surat undangan resmi yang dibuat dan diketahui oleh Kemenag Kabupaten Magelang, serta ditandatangani oleh Fauzi Nurhadi, S.Ag., M.Pd.

Pada hari itu, Kemenag secara terbuka memberikan akses penggunaan gedung negara untuk pelaksanaan pertemuan. Tidak hanya itu, kegiatan tersebut juga dihadiri sejumlah pejabat, termasuk dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang. Bahkan, dari pihak Kemenag disebut turut memberikan sambutan.

Sekitar 300 guru PAI yang telah lulus pretest PPG namun belum mengikuti PPG tercatat hadir dalam pertemuan tersebut.

Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar, sebab kegiatan yang kini dipersoalkan secara hukum justru difasilitasi langsung oleh kantor Kemenag dengan keterlibatan pejabat resmi.

Keterlibatan Disdikbud Kabupaten Magelang juga menguat melalui adanya surat resmi berkepala dinas, bertanda tangan basah dan berstempel, yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI.

Surat tersebut merupakan jawaban atas surat Kemenag Nomor 259/Kk.11.08/05/01/2023 tertanggal 6 Januari 2024 perihal permohonan percepatan PPG GPAI.

Dalam surat tersebut, Disdikbud secara tegas mengusulkan agar guru PAI yang telah lulus pretest PPG dapat mengikuti pendidikan melalui jalur Non-APBN. Surat itu juga ditembuskan ke Kemenag Provinsi Jawa Tengah dan Kemenag Kabupaten Magelang.

Tak hanya itu, sebelumnya Disdikbud Kabupaten Magelang juga diketahui telah mengeluarkan surat rekomendasi untuk mengikuti PPG PAI Batch 2 Tahun 2023.

Rangkaian surat resmi, penggunaan gedung Kemenag, kehadiran pejabat, serta adanya sambutan dari instansi pemerintah membuat para peserta mengaku percaya penuh bahwa program percepatan PPG GPAI yang dijalankan oleh asosiasi merupakan tahapan yang sah dan sesuai regulasi.

“Kalau tidak ada surat resmi, tidak ada gedung Kemenag, dan tidak ada pejabat yang hadir, mana mungkin ratusan guru percaya dan ikut,” ungkap salah satu peserta.

Dalam konteks ini, peran Kemenag dan Disdikbud disebut sebagai kunci utama terlaksananya program percepatan PPG GPAI.

Namun ironisnya, dalam proses hukum yang berjalan, pihak-pihak yang kini ditetapkan sebagai tersangka justru adalah pelaksana teknis di level bawah. Mereka disebut tidak memiliki kewenangan kebijakan dan mengikuti proses karena ketidaktahuan serta keyakinan bahwa program tersebut telah mendapatkan legitimasi dari pemerintah.

“Kami mempertanyakan, kenapa yang dijadikan tersangka hanya pelaksana kecil? Sementara institusi yang mengeluarkan surat, memfasilitasi tempat, dan membuka ruang kegiatan, belum disentuh,” ujar perwakilan guru PAI.

Sejumlah pertanyaan krusial pun disampaikan dalam audiensi dan diarahkan kepada aparat penegak hukum, antara lain:

Jika jalur tersebut dinilai tidak sesuai aturan, apakah kesalahan itu karena ketidaktahuan atau ada unsur kesengajaan?

Atas dasar regulasi apa Disdikbud mengeluarkan surat usulan dan rekomendasi percepatan PPG Non-APBN?

Atas dasar apa Kemenag memfasilitasi tempat, menerbitkan undangan, serta mengetahui dan menandatangani kegiatan yang mengumpulkan ratusan peserta guru?

Para guru dan asosiasi menegaskan bahwa mereka tidak menolak proses hukum. Namun mereka mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara adil, objektif, dan menyeluruh, dengan menelusuri peran seluruh pihak yang terlibat, termasuk pengambil kebijakan.

“Kalau memang ada kesalahan, jangan hanya yang di bawah. Yang membuat surat, memberi fasilitas, dan membuka ruang kegiatan juga harus diperiksa. Supaya keadilan benar-benar dirasakan,” tegas salah satu perwakilan.

Kasus percepatan PPG GPAI di Kabupaten Magelang kini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum: apakah hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, atau justru berhenti pada pelaksana kecil sementara peran institusional dibiarkan tak tersentuh.

Tim Red.

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *