Studi Kasus: Karut Marut Pengelolaan CSR di Kabupaten Jepara

#CSR #KabupatenJepara

Reporter Media RCM JATENG 10 Views

Oleh : Djoko TP Pembina Konsorsium LSM Jepara

mediaRCM | Jepara –  10 Desember 2024.

- Advertisement -

Pendahuluan

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab sosial perusahaan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan di sekitar tempat perusahaan beroperasi. Dalam konteks Kabupaten Jepara, CSR diatur melalui Perda Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Peraturan Bupati Jepara Nomor 32 Tahun 2016 tentang Komite Pelaksana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. CSR merupakan kewajiban bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia, termasuk di Jepara yang memiliki 359 perusahaan di sektor industri besar dan sedang.

Namun, implementasi dan pelaporan dana CSR di Kabupaten Jepara menunjukkan banyak masalah, seperti minimnya koordinasi, lemahnya pengawasan, hingga penggunaan dana CSR yang tidak jelas dan tidak tepat sasaran. Penetapan Surat Keputusan Bupati Jepara Nomor 500/119 Tahun 2023 pada 27 April 2023 tentang Komite TSP seharusnya menjadi solusi, tetapi hingga kini komite hanya melakukan satu kali pertemuan pada 2023 tanpa kelanjutan nyata.

Dasar Hukum

1. Undang-Undang yang Mengatur CSR: UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

3. UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi.

2. Regulasi Lokal:

– Perda Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
– Perbup Jepara Nomor 32 Tahun 2016 tentang Komite Pelaksana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Surat Keputusan PJ Bupati Jepara Nomor 500/119 Tahun 2023 tentang Komite TSP.

3. Kewajiban Pelaporan:

Perusahaan wajib melaporkan kegiatan CSR melalui aplikasi Si Moncer yang dikelola Komite CSR Kabupaten Jepara.

Permasalahan

1. Minimnya Pertemuan Komite CSR:

Baca Juga:  PT. Kanindo Makmur Jaya Mempersulit Adanya Serikat Pekerja di Perusahaan

– Hanya satu pertemuan dilakukan pada 2023 tanpa ada tindak lanjut melalui musrenbang 2023 -2024
– Tidak ada kegiatan signifikan hingga Desember 2024.

2. Pengelolaan Tidak Transparan:

– Banyak laporan CSR yang tidak jelas penggunaannya, misalnya bantuan jimpitan Rp100 ribu dari PT Wanxida Travel Goods.
– Tidak ada pengawasan terhadap pelaksanaan program CSR oleh Komite CSR atau TSP yang dibentuk Pemkab Jepara.

3. Tidak Tepat Sasaran:

– Program CSR tidak merata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
– Dana CSR digunakan untuk kegiatan yang kurang relevan dengan tujuan pembangunan masyarakat dan lingkungan.

Implikasi Hukum

1. Pelanggaran Regulasi:

– Tidak melaksanakan tanggung jawab sesuai UU No. 40 Tahun 2007 dan UU No. 25 Tahun 2007.
– Pelanggaran Perda Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 2014 yang mewajibkan transparansi dan pelaporan program CSR.

2. Potensi Penyalahgunaan Dana CSR:

– Tidak ada pengawasan memadai dari Komite CSR membuka peluang untuk penyelewengan dana.

3. Akibat Hukum:

– Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban CSR dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha.

Tindak Lanjut Penyelesaian

1. Revitalisasi Komite CSR:

– Mengadakan pertemuan rutin untuk evaluasi program CSR.
– Menyusun mekanisme pelaporan yang lebih transparan dan akuntabel.

2. Penguatan Regulasi:

Revisi Perbup untuk mencakup kewajiban pengawasan penggunaan dana CSR oleh tim independen.

3. Pengawasan Intensif:

Membentuk tim pengawas khusus yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga independen.

4. Penerapan Teknologi:

– Optimalisasi aplikasi Si Moncer untuk memonitor dan mempublikasikan penggunaan dana CSR secara real-time.
Mekanisme Ideal untuk Pengelolaan CSR

1. Perencanaan Partisipatif:

Mengintegrasikan program CSR dengan musrenbang desa dan kabupaten.

Baca Juga:  KORMI dan PAPDESI Jepara Sepakat Tanyakan Dana Hibah dan Bantuan Operasional

2. Pengelolaan yang Transparan:

Setiap penggunaan dana CSR harus dilaporkan secara detail dan dipublikasikan.

3. Evaluasi Berkala:

Program-program CSR yang telah dijalankan harus dievaluasi dampaknya secara berkala oleh Komite CSR.

Penutup

Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud tanggung jawab sosial yang sangat penting bagi perusahaan dalam mendukung pembangunan masyarakat dan lingkungan di wilayah operasionalnya. Namun, implementasi CSR di Kabupaten Jepara menunjukkan berbagai permasalahan, mulai dari lemahnya pengawasan, pelaporan yang tidak sesuai dengan peruntukan, hingga minimnya koordinasi antara perusahaan, komite CSR, dan pemerintah daerah. Kondisi ini mengindikasikan adanya ketidakefisienan dalam pengelolaan CSR yang seharusnya memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya perbaikan yang komprehensif melalui penguatan regulasi, peningkatan peran pengawasan oleh Komite TSP, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawasi dan mengusulkan program-program CSR yang sesuai kebutuhan. Penegakan hukum juga menjadi langkah penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan CSR, sehingga dana yang dialokasikan benar-benar dimanfaatkan sesuai peruntukannya.

Dengan evaluasi dan tindak lanjut yang tepat, program CSR di Kabupaten Jepara dapat menjadi instrumen strategis untuk mendukung pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Beberapa referensi dari kasus serupa terkait transparansi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia

1. Kasus Perusahaan Sawit di Pasaman Barat

Banyak perusahaan perkebunan sawit di wilayah Pasaman Barat dilaporkan tidak merealisasikan program CSR dengan baik. Ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap implementasi CSR, terutama di sektor perkebunan.

2. Kasus Transparansi di Sektor Energi
Beberapa perusahaan di sektor tambang dan energi, termasuk perusahaan yang tidak melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan program CSR, kerap mendapat sorotan. Hal ini mengindikasikan lemahnya akuntabilitas dan partisipasi publik.

Baca Juga:  Tandatangani MoU Percepatan SBS, Fadia: Kami Perlu Bantuan Pemprov

3. Tanggung Jawab Sosial di Proyek Infrastruktur
Beberapa proyek infrastruktur besar sering menghadapi kritik karena kurangnya transparansi dalam penggunaan dana CSR dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

Referensi-referensi ini menunjukkan pola serupa di mana pelaksanaan CSR sering kali kurang transparan dan tidak melibatkan masyarakat secara efektif. Studi lebih lanjut mengenai kebijakan pengawasan dan pelaporan CSR dapat digunakan untuk mencegah kasus serupa.

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *