NASIONAL, MediaRCM.com – Setiap orang mempunyai gaya dan ciri bahasa yang berbeda-beda ketika berkomunikasi. Hal itu disebabkan oleh factor linguistic dan non-linguistik terhadap gaya dan ciri bahasa dalam berkomunikasi. Dalam dunia militer terdapat tuntutan untuk patuh dalam berbahasa dalam tulis maupun lisan. Mereka tak gentar meskipun mengerti maut sudah didepan mata dan selalu mengatakan “siap”. Mereka membawa pengaruh baik secara tidak disengaja terhadap masyarakat. Tindakan berbahasa seperti merekalah yang menciptakan kelatahan positif dalam berkomunikasi.
Para anggota militer terlihat sangat berwibawa saat berkomunikasi terkhusus saat menerima arahan, menjawab pertanyaan, maupun bertanya. Wibawa dalam berbahasa tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan yang digunakan kepada rekan satu tingkat, atasan atau bawahannya. Praktiknya, ketika para anggota TNI dan Polisi membuat video keseharian atau vlog dan diunggah ke media massa mereka selalu melontarkan kata siap. Baiknya, masyarakat tertarik untuk mengikuti gaya bahasa tersebut. Adapun ironi yang timbul dari fenomena tersebut yakni mereka tidak mengetahui bahwa instansi militer menerapkan kesantunan berbahasa yang didasarkan dari pangkat atau jabatan yang mereka emban.
Apapun yang diperintahkan, jawaban, dan pertanyaan yang diberikan para prajurit kata “siap” selalu diucapkan diawal sebuah tuturan. Gaya bicara tersebut seperti dipromosikan kepada khalayak umum dan penulis pun pernah terlibat secara langsung. Pada saat mereka berbicarasatu kata sederhana namun sangat bermakna adalah “siap”. Kata ini bukan hanya sekadar ungkapan rutin, melainkan mengandung filosofi dan pentingnya kesiapan dalam segala aspek kehidupan seorang prajurit. Dalam konteks Anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia), kata “siap” memiliki signifikansi yang mendalam dan mendasar yang tidak hanya mencakup kesiapan fisik, tetapi juga mental, emosional, dan profesional.
Contoh konkrit terbukti dari ketika salah satu video vlog para taruna Akademi Militer dan Polisi yang sedang menerima teguran dan mengucapkan “siap salah”. Hal tersebut membuktikan bahwa kepatuhan berbahasa para prajurit telah diajarkan sejak mereka menganyam pendidikan dasar militer. Interaksi antara siswa dan pelatih juga dapat berupa perintah untuk melakukan sesuatu dan siswa pun menjawab dengan “siap, laksanakan komandan”. Tak pernah seorang pun dari anggota tidak mengucapkan kata “siap” sebelum memberikan jawaban. Hal ini tidak hanya menandakan kesiapan, tetapi juga merupakan sebuah bentuk kesopanan dalam berkomunikasi lisan. Kata “siap” dianggap lebih dari sekadar aturan sopan berbicara. Ketika anggota tidak mengucapkannya saat memberikan jawaban, hal tersebut dianggap kurang sopan dan akan mendapatkan teguran. Ungkapan “siap” bisa diucapkan tanpa ada jawaban di belakangnya, baik dengan berdiri tegak maupun tidak, tergantung pada situasi dan kebutuhan.
Simbol Kesiapan
Kata “siap” bukan hanya sekadar kata biasa. Di dalam konteks TNI, ini adalah pengingat dan penegasan akan kesiapan seorang anggota untuk bertindak, mematuhi perintah, dan menghadapi setiap situasi dengan sigap dan tanggap. Kesiapan ini tidak hanya dalam arti fisik, tetapi juga mental, emosional, dan profesional.
Kesantunan dan Etika Berbicara
Lebih dari sekadar kesiapan, kata “siap” mencerminkan kesantunan dan etika berbicara di antara anggota TNI. Ini adalah tanda penghormatan terhadap perintah, komandan, rekan satu tim, dan proses komunikasi yang terjaga dengan baik. Pengucapan kata “siap” menunjukkan keterbukaan untuk menerima perintah, memberikan tanggapan yang pantas, serta menjaga komunikasi yang efektif.
Solidaritas dan Kebersamaan
Dalam konteks yang lebih luas, kata “siap” mencerminkan semangat solidaritas dan kebersamaan. Setiap anggota yang mengucapkannya menunjukkan bahwa mereka tidak hanya siap secara individual, tetapi juga siap untuk bekerja sama dalam menjalankan tugas dan menjaga keutuhan serta keselamatan seluruh tim.
Disiplin dan Konsistensi
Penggunaan kata “siap” juga menandakan adanya disiplin yang kuat dalam TNI. Hal ini mencerminkan konsistensi dalam tindakan dan sikap para anggota, mengingatkan mereka untuk selalu siap dan responsif terhadap setiap situasi yang mungkin terjadi.
Kata “siap” bukan sekadar sebuah kata sederhana dalam keseharian TNI. Ini adalah pilar penting yang mengokohkan landasan disiplin, kesantunan, kesatuan, dan kesiapan yang menjadi inti dari setiap anggota. Makna mendalam di balik kata “siap” mencerminkan budaya dan nilai-nilai yang mengakar dalam jiwa dan perilaku para prajurit TNI.
Mengabaikan penggunaan kata “siap” dalam setiap tuturan seorang prajurit TNI adalah mirip dengan melewatkan fondasi yang penting dalam membangun sebuah struktur. Berikut adalah beberapa analogi logis yang dapat diberikan:
- Keabsenan Koordinasi: Tanpa kata “siap”, setiap tuturan prajurit kehilangan elemen persiapan dan kesiapan. Ini bisa diibaratkan sebagai kelalaian dalam menyusun rencana atau strategi sebelum melaksanakan suatu Kekurangan ini dapat berdampak pada kurangnya koordinasi di antara anggota, mempengaruhi efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan tugas.
- Kehilangan Sinyal Penting: Seperti lambang atau tanda yang hilang dari proses komunikasi, absennya kata “siap” bisa menyebabkan ketidakjelasan dalam menyampaikan kesiapan atau respons terhadap perintah. Ini bisa berujung pada kesalahpahaman atau penafsiran yang salah, mengganggu alur kerja dan kepatuhan terhadap perintah komando.
- Kurangnya Keteraturan dan Disiplin: Menghilangkan kata “siap” dapat memberikan kesan kurangnya disiplin dan keteraturan dalam berkomunikasi. Sama seperti aturan atau prosedur yang diabaikan, hal ini bisa mengarah pada kurangnya standar dan konsistensi dalam menjalankan tugas serta mengganggu integritas dan kepatuhan terhadap aturan.
- Kehilangan Simbol Kesatuan: Kata “siap” bukan hanya sekadar kata, melainkan juga simbol kesatuan dan Tanpanya, prajurit mungkin kehilangan pengingat akan solidaritas dan tanggung jawab terhadap tim, yang dapat mengurangi semangat kerja sama dan mengurangi kohesi antaranggota.
- Kurangnya Etika dan Kesantunan Berbicara: Di dalam organisasi yang didasari oleh aturan dan etika yang ketat, pengabaian kata “siap” bisa dianggap sebagai kurangnya kesopanan atau penghormatan terhadap proses komunikasi yang sudah tertanam kuat dalam budaya Hal ini dapat merusak norma-norma budaya yang dibangun selama bertahun- tahun.
Dalam keseluruhan, absennya kata “siap” dalam setiap tuturan prajurit TNI dapat mengakibatkan ketidaklengkapan, kekacauan, kurangnya kesatuan, dan kurangnya penghormatan terhadap proses komunikasi yang telah diatur dengan baik. Oleh karena itu, pentingnya kata “siap” tidak hanya sebatas sebagai kata, melainkan juga sebagai simbol yang melambangkan banyak nilai dan tata krama yang esensial dalam dinamika organisasi militer.
Dengan memahami dan menerapkan makna sejati dari kata “siap” dalam setiap tuturan, anggota TNI tidak hanya menunjukkan kesiapan fisik, tetapi juga sikap mental, kesantunan, solidaritas, dan disiplin yang memperkuat integritas serta kejayaan TNI dalam melayani bangsa dan negara.
(Penulis : Nikolas Aditya Pinandhita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)