Tulungagung,-Media RCM.com
Pengurusan pemecahan sertifikat tanah di Desa Plosokandang, Kecamatan kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, menjadi sorotan warga.
Hingga hampir dua tahun, proses tersebut belum juga tuntas, meskipun warga mengaku telah menyerahkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan administrasi.
Keterlambatan tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepastian hukum, transparansi, serta batas kewenangan kepala desa dalam pelayanan administrasi pertanahan.
Persoalan ini semakin mencuat setelah dalam proses klarifikasi, pihak yang memberikan penjelasan justru berasal dari keluarga kepala desa, bukan melalui mekanisme resmi pemerintahan desa.
Warga menilai kondisi tersebut tidak sejalan dengan prinsip pelayanan publik yang profesional dan akuntabel.

“Sepengetahuan kami, tugas kepala desa dalam urusan pertanahan hanya sebatas mengawal dan melengkapi dokumen administrasi warga. Kepala desa tidak memiliki kewenangan untuk mengurus langsung sertifikat, apalagi menerima uang secara pribadi,” ujar salah seorang warga.
Batas Kewenangan Kepala Desa
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kepala desa memiliki kewenangan terbatas dalam administrasi pertanahan, antara lain menerbitkan surat keterangan tanah dan memastikan kelengkapan data pendukung.
Seluruh biaya pelayanan telah diatur oleh regulasi yang berlaku dan harus dilaksanakan secara terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan.
Penerimaan uang di luar ketentuan resmi berpotensi melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai:
Pungutan liar (pungli), apabila tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Penyalahgunaan wewenang, karena melampaui tugas jabatan,apabila pemberian berkaitan dengan kedudukan sebagai pejabat publik.
Setiap bentuk pelanggaran tersebut dapat berujung pada sanksi administratif hingga sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Dua Tahun Tanpa Kejelasan
Warga mengaku telah menunggu hampir dua tahun tanpa kepastian penyelesaian. Sertifikat belum juga terbit, sementara komunikasi yang berlangsung dinilai tidak berjalan secara formal dan kelembagaan.
“Jika tata kelola pemerintahan desa berjalan dengan baik, warga tidak seharusnya berhadapan atau berdebat dengan anggota keluarga pejabat desa hanya untuk menanyakan hak administratifnya,” ungkap warga lainnya.
Kondisi tersebut dinilai mencederai prinsip dasar pelayanan publik, yakni kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akuntabilitas.
Sorotan Etika dan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Sejumlah pihak menilai, kepala desa sebagai pejabat publik wajib menjaga batas yang jelas antara urusan jabatan dan urusan pribadi atau keluarga. Pelayanan administrasi negara harus dijalankan melalui mekanisme resmi, bukan melalui komunikasi personal yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Hukum dibuat untuk memberikan kepastian, bukan menjadi alasan penundaan. Ketika proses administrasi berubah menjadi perdebatan, itu menandakan adanya persoalan dalam tata kelola pemerintahan,” demikian pandangan yang berkembang di tengah masyarakat.
Persoalan pengurusan sertifikat tanah di Desa Plosokandang menjadi pengingat pentingnya profesionalisme dan transparansi dalam pelayanan publik di tingkat desa. Masyarakat berharap adanya kejelasan serta langkah tegas dari pihak berwenang guna memastikan bahwa seluruh proses administrasi berjalan sesuai ketentuan hukum.
Sebab, yang dipertaruhkan bukan sekadar terbitnya sertifikat tanah, melainkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan penegakan hukum.



