Blitar.MediaRCM.com – Ratusan warga Desa Sanankulon, Kabupaten Blitar, menggeruduk kantor desa pada Rabu malam (28/5/2025), untuk memprotes tindakan salah satu perangkat desa berinisial NI (35) yang diduga melakukan pernikahan siri dengan seorang perempuan berinisial VC (25).
Aksi massa yang berlangsung sejak malam hari sempat memanas. Warga menilai tindakan NI sebagai bentuk pelanggaran moral, mengingat posisinya sebagai aparat pemerintah desa yang seharusnya menjadi teladan masyarakat.
Situasi nyaris tak terkendali saat sebagian warga mencoba menyerang NI, namun petugas kepolisian yang berada di lokasi segera mengamankannya.
Menurut keterangan Kepala Desa Sanankulon, Eko Triono, pihak desa telah menerima laporan dan tuntutan dari warga terkait dugaan pernikahan siri tersebut.
Ia mengaku tengah dalam proses pengajuan izin poligami ke Pengadilan Agama dan telah mengantongi persetujuan dari istri pertamanya.
“Meski secara hukum sedang dalam proses, warga tetap menilai pernikahan siri itu tidak pantas dilakukan oleh seorang perangkat desa,” ujar Eko.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Desa Sanankulon akan mengajukan proses pemecatan NI kepada Pemerintah Kabupaten Blitar. Proses administratif tersebut diperkirakan memakan waktu sekitar satu hingga dua minggu.
Aksi warga malam itu berjalan tanpa insiden besar setelah aparat kepolisian dan tokoh masyarakat menenangkan massa. Namun, ketegangan masih terasa karena warga bersikeras menolak kehadiran NI sebagai perangkat desa di kemudian hari.
Eko Triono menegaskan bahwa pihak desa tidak akan menutup mata terhadap aspirasi masyarakat dan akan bertindak sesuai prosedur hukum dan etika pemerintahan.
“Kami akan menindaklanjuti tuntutan warga. Proses pemecatan akan segera kami ajukan ke pemerintah kabupaten. Tidak ada toleransi bagi perilaku yang dianggap mencederai martabat perangkat desa,” ujar Eko dengan tegas.
Ia juga menambahkan bahwa meskipun NI berdalih sudah mengajukan izin poligami, pernikahan siri yang dilakukan tanpa proses resmi dianggap sebagai tindakan yang mencoreng nama baik institusi pemerintahan desa.
“Kami ingin memastikan bahwa seluruh perangkat desa menjunjung tinggi etika dan moral. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kepercayaan publik,” tambahnya.
Memang benar, dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perangkat desa, terdapat ketentuan terkait etika dan moral yang harus dijunjung tinggi oleh setiap perangkat desa. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut “nikah siri”, praktik pernikahan siri dapat bertentangan dengan ketentuan tersebut jika dinilai melanggar norma sosial atau etika masyarakat.
Dasar Hukum Terkait:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 51 menyatakan bahwa perangkat desa berkewajiban menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan tugasnya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sebagaimana diubah dengan PP Nomor 11 Tahun 2019,
Pasal 5 huruf f menyebutkan bahwa perangkat desa harus memenuhi persyaratan:
“berkelakuan baik, jujur, adil, dan berintegritas.”
Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,
Pasal 5 dan Pasal 6 menekankan pentingnya integritas, moralitas, serta ketaatan terhadap norma hukum dan sosial sebagai syarat keberlanjutan jabatan perangkat desa.
Implikasi Terhadap Nikah Siri:
Pernikahan siri tidak dicatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) dan sering kali menimbulkan kontroversi, terutama bila dilakukan oleh pejabat publik. Meskipun secara agama dapat dianggap sah, namun karena tidak tercatat secara hukum, hal ini:
Dapat dianggap mencederai moral dan etika jabatan, terutama jika menimbulkan keresahan masyarakat.
Tidak sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, yang menjadi bagian dari integritas perangkat desa.
Kesimpulan:
Walaupun tidak ada larangan eksplisit tentang “nikah siri” dalam UU Desa, praktik tersebut dapat menjadi dasar pemberhentian perangkat desa jika dinilai melanggar etika, moral, atau menyebabkan gejolak sosial. Hal ini sesuai dengan pasal-pasal dalam UU dan peraturan pelaksananya yang mewajibkan perangkat desa menjaga perilaku baik dan integritas.(**)
Penulis Bas