Pringsewu, Media RCM.com – Akhir tahun bukan sekadar penutup kalender, melainkan ruang pengadilan bagi dunia jurnalistik.
Di titik ini, waktu menguji bukan seberapa banyak berita ditayangkan, tetapi seberapa jujur nurani dijaga di tengah tekanan.
Jurnalisme sejatinya lahir dari keberanian. Namun dalam praktiknya, keberanian itu kerap diuji oleh kekuasaan, kepentingan, dan kenyamanan semu.
Tekanan terhadap pers hari ini tidak selalu berbentuk ancaman terbuka, tetapi hadir dalam wajah yang lebih halus: pembatasan informasi, pengondisian pemberitaan, hingga upaya membungkam kritik dengan dalih stabilitas.
Media RCM Pringsewu memandang, situasi ini adalah alarm bagi insan pers. Ketika jurnalis mulai ragu menyebut fakta apa adanya, saat itulah jurnalisme kehilangan makna. Berita yang ditulis tanpa keberanian hanya akan menjadi catatan kosong—ada, tetapi tidak bernyawa.
Di daerah, tantangan itu terasa lebih nyata. Kedekatan sosial, relasi kekuasaan, dan tekanan struktural sering kali menempatkan wartawan pada posisi dilematis. Namun justru di situlah integritas diuji.
Profesionalisme pers tidak diukur dari seberapa dekat dengan penguasa, tetapi seberapa tegas menjaga jarak demi kebenaran.
Akhir tahun adalah momen bercermin bagi dunia jurnalistik. Apakah media masih menjadi alat kontrol sosial, atau perlahan berubah menjadi pelengkap legitimasi kekuasaan. Apakah pers masih berpihak pada kepentingan publik, atau mulai nyaman bersembunyi di balik narasi aman.
Media RCM Pringsewu meyakini, kritik bukan ancaman, melainkan kewajiban moral pers. Tanpa kritik, demokrasi kehilangan denyutnya. Tanpa pers yang berani, publik kehilangan arah.
Pergantian tahun seharusnya menjadi pengingat bagi insan pers untuk kembali pada sumpah profesi: menulis dengan jujur, menyampaikan fakta tanpa pesanan, dan berdiri tegak meski sendirian.
Sebab dalam sejarah jurnalistik, kebenaran tidak selalu lahir dari keramaian, tetapi dari keberanian mereka yang memilih tetap bersuara ketika tekanan meminta diam.
Dan pada akhirnya, waktu akan membuktikan—media yang setia pada nurani akan tetap hidup, sementara yang tunduk pada kepentingan hanya akan tercatat sebagai bayangan. (alfuhan)



