mediaRCM| Jepara – Pemberitaan tentang penyerahan piagam penghargaan penetapan Warisan Budaya Tak Benda dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon buat tradisi masyarakat Barikan Kubro dan seni ukir khas Jepara Macan Kurung serta penyerahan piagam penghargaan oleh Pj. Bupati Jepara, Edy Supriyanta kepada 43 pegiat seni budaya Jepara berlangsung di halaman Museum R.A. Kartini Jepara, Minggu, 22 Desember 2024 lalu.
Penghargaan yang diberikan itu terdiri dari 4 kategori yaitu pelestari, pembaharu, pelopor, dan kategori anak yang memiliki prestasi di bidang pelestarian budaya. Salahsatunya piagam penghargaan diberikan kepada Ki Hendro Suryo Kartiko dalam kategori Ruwatan.
Saat berbincang santai dengan KRA Bambang Setiawan Adiningrat dari Padepokan Seni Loka Budaya yang ada di Pendopo Joglo Hadipuran, Jl. Kramat, Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Senin (23/12/2024) KRA Bambang Setiawan Adiningrat kepada awak media memberikan pernyataan dan mengomentari tentang acara penyelenggaraan penyerahan piagam penghargaan tersebut.
Menurutnya,” Ki Hendro Suryo Kartiko sebagai dalang ruwat, dan dalang pertunjukan wayang ruwatan, sangat layak mendapatkan piagam penghargaan dari Pj. Bupati Jepara,” katanya.
“Memang Ki Hendro Suryo Kartiko sangat berkompeten dan ahli dalam bidangnya,” ujarnya.
Namun untuk kategori lainnya, publik semestinya harus tahu, dan bagaimana penetapan dan penilaiannya seperti kontribusi, kategori, syarat dan kriteria atau acuan dasar bagi penerima piagam penghargaan untuk penggiat dan pelestari seni budaya di Jepara.
“Sepertinya Pemkab Jepara atau Disparbud Jepara lupa akan salah satu sosok yang sudah hampir 35 tahun mengabdikan dirinya dalam pelestarian tosan aji atau pusaka warisan leluhur. Sosok itu bernama Empu Tumaji asal Rt. 05 Rw. 03, Desa Mayong Lor, Kecamatan Mayong,” tuturnya.
Empu Tumaji sudah mengabdikan hidupnya dalam membuat dan melestarikan tosan aji seperti jimatan, keris, dan tombak warisan adi luhung leluhur kita.
“Semestinya, Empu Tumaji berhak dan layak diberikan piagam penghargaan kalau perlu “Lifetime Achievement” atau penghargaan prestasi seumur hidup atas kontribusinya dan dedikasinya selama ini,” ungkap KRA Bambang Setiawan Adiningrat.
Empu Tumaji yang ditemui di tempat tinggalnya menceritakan sejarah awal dia bergelut dengan dunia tosan aji. “Sejak tahun 90an saya membuat tosan aji dengan bimbingan spiritual oleh para ulama. Untuk menempa material bahan baku pembuatan keris, proses pembakaran, saya juga melakukan ritual puasa dan berdoa kepada Tuhan YME. Dan memakai media air dari beberapa sumber air seperti di Jatim dan wilayah Jepara lainnya. Persepsi tentang keris yang dianggap syirik adalah salah, karena seperti halnya benda lainnya. Keris adalah sarana kita melestarikan warisan nenek moyang. Tujuan pemanfaatan dan fungsi tosan aji, semuanya atas izin dan kehendak Allah SWT,” tutup Empu Tumaji.