WBTB, Tradisi Syawalan Lopis Krapyak Dibukukan

Reporter Media RCM JATENG 105 Views

PEKALONGAN KOTA, MEDIA RCM – Masyarakat Kota Pekalongan, khususnya di daerah Krapyak memiliki tradisi Syawalan yang unik, yaitu tradisi Lopisan atau Lopis Raksasa. Tradisi ini dihelat pada tanggal 8 Syawal, atau seminggu setelah jatuhnya Hari Raya Idul Fitri. Melihat potensi lokal tersebut, Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dinparbudpora) setempat menginisiasi tradisi Lopisan ini dikaji untuk Penyusunan Naskah Akademik (buku) Kajian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Adapun penulis buku tersebut yakni Achmad Ilyas, tokoh masyarakat asli Krapyak dan masyarakat lokal Krapyak sebagai informan tambahan, berlangsung di Aula Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Kamis (6/7/2023). Dalam kegiatan tersebut, hadir Kepala Dinparbudpora Kota Pekalongan, M. Sahlan, Lurah Krapyak, Banar Budi Raharjo, sejarawan Kota Pekalongan, M Dirhamsyah, penulis buku, Achmad Ilyas, perwakilan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan, Dinas Pendidikan dan masyarakat Krapyak.

 

- Advertisement -

Kepala Dinparbudpora Kota Pekalongan, M Sahlan yang hadir membuka kegiatan tersebut, menyampaikan maksud kegiatan ini adalah untuk melakukan klarifikasi data dan penjaringan informasi baru yang berasal masyarakat lokal, pelaku sejarah/ budaya mengenai asal muasal tradisi lopis Syawalan ini yang telah berlangsung sejak dulu. Adapun yang menjadi tujuan adalah sebagai bahan primer penulisan buku “ Lopis Besar dan Perayaan Syawalan”, dimana keberadaan buku tersebut sebagai syarat utama pengajuan pendaftaran Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) khas Kota Pekalongan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI).

 

“FGD Penyusunan naskah akademik atau buku terkait Lopisan Krapyak sebagai Tradisi Syawalan yang saat ini tengah diajukan untuk Warisan Budaya Tak Benda sangat penting sekali dilakukan. Sebab, suatu tradisi atau budaya daerah tanpa ditulis ini membuat generasi muda yang akan datang tidak akan bisa mengetahui asal muasal tradisi atau budaya tersebut, termasuk tradisi Lopisan yang sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat asli Krapyak,” terang Sahlan.

 

Menurutnya, Warisan Budaya Tak Benda secara garis besar adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia utamanya dalam bentuk intangible( tak berwujud) yang mendukung perilaku budaya pada komunitas, kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu, perseorangan yang diakui sebagai bagian warisan budaya mereka. Sebagai contoh budaya tradisi lopis syawalan milik masyarakat Krapyak ini. Pihaknya berharap, dengan penyusunan buku Lopisan ini bisa memberikan informasi atau catatan sejarah tentang tradisi khas Krapyak ini kepada masyarakat secara meluas terutama bisa dibaca oleh generasi muda mendatang dari daerah-daerah lain.

 

” Jika tradisi Lopisan Krapyak ini dipertahankan, kami yakin dampak positifnya bisa menyejahterakan masyarakat setempat seperti kedatangan ribuan masyarakat dari berbagai daerah pada saat momentum Syawalan di tradisi Lopisan Krapyak. Dimana, mereka bisa menikmati lopis raksasa secara gratis, membeli lopis yang dijual oleh masyarakat setempat sebagai buah tangan atau oleh-oleh, pengunjung dari luar daerah ini juga bisa menikmati obyek wisata dan kuliner yang ada di Kota Pekalongan,” harapnya.

 

Sementara itu, penulis buku Tradisi Syawal Lopisan Krapyak, Achmad Ilyas menerangkan, selaku penulis, pihaknya telah mengumpulkan beberapa data, namun adanya FGD dengan melibatkan masyarakat lokal Krapyak dan dinas terkait dilakukan untuk memperkaya dan melengkapi data-data baru yang nantinya bisa ditambahkan ke karya buku Lopisan tersebut.

 

“Sebelumnya, pada draft buku Lopisan ini, kami sudah menuliskan terkait sejarah Krapyak, munculnya tradisi Syawalan dan pembuatan Lopis, dan kami akan tambahkan beberapa informasi dan masukan dari warga lokal dan dinas terkait seperti tentang proses pembuatan lopis raksasa pada sejarah awalnya, dan latarbelakang kondisi kemunculan tradisi Lopis Krapyak itu sendiri,” papar Ilyas.

 

Ilyas mengakui, untuk judul bukunya sendiri masih tentatif dan dalam proses pencarian penamaan judul yang tepat serta merepresentasikan dengan isi buku didalamnya.

 

“Targetnya penyusunan buku tentang Tradisi Lopis Krapyak ini bisa selesai. Sembari kami mencari dokumentasi-dokumentasi dan arsip terkait proses tradisi Lopisan Krapyak terdahulu yang ditaksir sudah ada pada akhir abad 19,” pungkasnya. (Rohman)

 

(Dinkominfo Kota Pekalongan)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *