Sumbawa Barat|NTB, Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (AMANAT) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) kembali melaporkan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara terkait dugaan manipulasi laporan progres pembangunan proyek Smelter pada, Kamis (5/5/2023).
Tak tanggung-tanggung, laporan AMANAT kali ini ditujukan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Menaker) RI.
“Selain itu, kami juga meminta Kementerian ESDM RI untuk melakukan telaah khusus tentang persetujuan relaksasi izin Ekspor Amman Mineral dan pelanggaran-pelanggarannya di bidang Ketenagakerjaan,” kata Ketua AMANAT KSB, Muh. Erry Satriyawan, SH, MH, CPCLE kepada awak media ini.
Advokat muda yang kerap disapa Ery itu menjelaskan, laporan lanjutan dugaan pelanggaran PT. AMNT terkait beberapa persoalan terhadap kebijakan di KSB diantaranya, (1) Kebijakan perusahaan terkait lowongan kerja tenaga lokal yang minim, roster kerja, daftar black list, Pemutusan Hubungan Kerja sepihak, dan pengekangan hak-hak pekerja yang mengarah kepada pelanggaran HAM, (2) Pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh atau union busting, (3) Masalah kecelakaan kerja, dan (4) Masifnya Tenaga Kerja Asing, yang mana laporan kali ini cukup detail disertai dengan lampiran dari beberapa instansi.
“Karena pemerintah daerah kami anggap sudah tidak bertaring lagi, maka kami minta kepada Menaker RI nantinya dapat melakukan sidak, bukan sekedar kunjungan ceremonial saja, karena kemana lagi masyarakat mengadu kalau kemudian seluruh perangkat di daerah sudah apatis terhadap persoalan ketenagakerjaan di areal Tambang Batu Hijau tersebut,” cetusnya.
Ery juga mengungkapkan, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif pernah menyatakan pemberian izin perpanjangan untuk mengekspor konsentrat tembaga, mempertimbangkan kemajuan pembangunan smelter. Terdapat dua perusahaan yang akan mendapat perpanjangan izin tersebut, yakni PT. Freeport dan PT. AMNT. Progres pembangunan smelter kedua perusahaan itu disebut telah mencapai 60%. Regulasi yang dituangkan lewat peraturan Menteri akan terbit ketika pemerintah sudah memastikan bahwa progres pembangunan smelter sudah mencapai 61%.
“Hingga kini, regulasi yang mengatur perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga oleh PT. Freeport Indonesia maupun AMNT belum diterbitkan. Bahwa pandemi Covid-19 yang selalu dijadikan alasan penundaan dan lambatnya progress pembangunan yang berakibat pada produksi, sangat berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi di PT. AMNT. Hal ini juga terlihat jelas dari nilai penjualan Provisional Ekspor Konsentrat Tembaga, Emas dan Perak PT AMNT sejak 2017 hingga 2022 sebesar 106,2 Triliun, dan justru menunjukan lonjakan dan peningkatan yang luar biasa dimana tahun 2022 memecahkan rekor selama umur tambang beroperasi yaitu sebesar 47.8 Triliun Rupiah,” bebernya.
Kendati relaksasi Izin Ekspor konsentrat tembaga sedang dalam proses, Ery meminta telaah khusus kepada Prof. Mahfud MD selaku Menko Polhukam RI, untuk memastikan Kementerian ESDM bekerja sesuai aturan. Beberapa poin penting substansi dalam surat tersebut diantaranya, terkait pandangan regulasi yang hari ini masih menjadi perdebatan, karena amanat UU Minerba sudah sangat tegas terkait batasan waktu yaitu 10 Juni 2023 sebagaimana UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Kembali dipertegas dalam Pasal 170 A ayat (1) angka 2 dan 3.
“Kalau kemudian alasannya Covid-19, jangan lupa, bahwa PT. AMNT mengajukan permohonan perubahan rencana pembangunan smelter. AMNT kala itu menyampaikan perubahan tenggat waktu penyelesaian smelter mundur 18 bulan, dan Kementerian ESDM menyetujui perubahan rencana pembangunan smelter tembaga PT. AMNT. Lucunya lagi, perubahan rencana tersebut dengan alasan pandemi Covid-19 yang membuat target penyelesaian diundur menjadi 2023 dengan menggunakan ruang Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang perubahan ketiga atas peraturan Menteri Energi ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dimana dalam peraturan itu disebutkan pengajuan perubahan disampaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak beleid itu diundangkan pada 23 November 2020 sebagaimana diatur dalam Pasal 52A,” beberbya.
Ia membeberkan, terkait dugaan manipulasi laporan progres smelter PT. AMNT yang dilakukan oleh verifikator independen ini jelas tujuannya agar dapat memuluskan persetujuan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga sebagai syarat yaitu 61% sebagaimana pernyataan Menteri ESDM. Diakui Ery bahwa dirinya sudah kantongi siapa saja tim verifikator independen tersebut. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melaporkan persoalan ini ke Mabes Polri terhadap dugaan manipulasi laporan progress pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian tembaga milik PT. AMNT yang berdasarkan pemberitaan 17 April 2023 sudah mencapai 56% atau senilai dengan 8,2 triliun rupiah dari kebutuhan investasi yang diperkirakan sebesar US$982 juta atau setara Rp 14,7 triliun.
“Klaim ini berbanding terbalik dengan fakta lapangan yang kami saksikan, karenanya dalam laporan kali ini kami lampirkan video baik dari darat maupun udara. Dalam setiap pemberitaan smelter, pihak perusahaan selalu menampilkan foto yang monumen atau mes pekerja, yang memang tidak ada yang bisa ditunjukan hasil pembangunannya. Siapapun bisa menilai kalau melihat video yang kami lampirkan, bahwa fakta lapangan tersebut mustahil bernilai 8 Triliun,” tandas Muh Ery Satriawan. (Yan)