Skandal Pengadaan BBM: Modus Blending Pertalite Jadi Pertamax Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun

Reporter Media RCM DKI 313 Views

Skandal Pengadaan BBM: Modus Blending Pertalite Jadi Pertamax Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun

Jakarta, –Mediarcm.com Kasus megakorupsi kembali mencoreng tata kelola energi nasional. Skandal dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) terungkap setelah ditemukan praktik manipulasi besar-besaran yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Bukannya membeli BBM dengan spesifikasi Research Octane Number (RON) 92 atau Pertamax, pihak terkait justru membeli BBM berkualitas lebih rendah, yakni RON 90 atau Pertalite. BBM ini kemudian direkayasa melalui metode blending di depo untuk meningkatkan kadar oktannya menjadi RON 92 sebelum dijual ke masyarakat dengan harga Pertamax.

- Advertisement -

Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencurangi masyarakat. Konsumen yang membayar lebih mahal untuk mendapatkan BBM berkualitas tinggi ternyata hanya memperoleh bahan bakar oplosan yang kualitasnya jauh dari standar seharusnya. Akibatnya, penggunaan BBM hasil blending ini berisiko merusak mesin kendaraan, memperpendek umur pakai mesin, serta meningkatkan biaya perawatan bagi pengguna.

Ketua Umum DPP Aliansi Jurnalis Bersatu (AJB), Andi Mulyati, SE, menyampaikan kekecewaannya atas praktik kecurangan yang terjadi di sektor energi ini.

“Kami mengalami kerugian besar akibat permainan kotor ini. Kendaraan operasional kami mengalami kerusakan setelah mengisi BBM jenis Pertamax. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata yang kami gunakan bukan Pertamax murni, melainkan hasil blending dari Pertalite,” ungkap Andi Mulyati, SE, dalam keterangannya pada Jumat (28/2/2025).

Dampak dari BBM berkualitas buruk ini tidak hanya dirasakan oleh AJB, tetapi juga jutaan masyarakat yang tanpa sadar menggunakan bahan bakar hasil oplosan. Mesin kendaraan yang dirancang untuk RON 92 justru dipaksa mengolah bahan bakar berkualitas lebih rendah, menyebabkan performa turun, konsumsi BBM meningkat, serta risiko gangguan mesin semakin besar.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) bertindak cepat dengan mengusut tuntas skandal ini. Sejauh ini, tujuh tersangka telah diamankan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah yang menjadi akar masalah kasus ini.

“Kami berterima kasih kepada Kejagung RI yang telah membongkar praktik korup ini. Kerugian negara yang ditimbulkan sangat luar biasa, dan yang lebih menyakitkan, rakyat kecil yang menjadi korban,” tegas Andi Mulyati, SE.

Penangkapan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membongkar jaringan mafia energi yang selama ini mengeruk keuntungan dari rakyat. Praktik manipulasi semacam ini bukan kejadian tunggal, melainkan diduga telah berlangsung sistematis selama bertahun-tahun dengan keuntungan besar yang masuk ke kantong segelintir pihak.

Kasus ini menjadi alarm serius bagi pemerintah dan penegak hukum bahwa pengawasan dalam pengadaan dan distribusi BBM masih sangat lemah. Publik menuntut tindakan tegas untuk mencegah skandal serupa terjadi di masa depan, di antaranya:

Menjatuhkan hukuman maksimal bagi semua pelaku yang terlibat, termasuk oknum yang melindungi praktik ilegal ini. Hukuman ringan hanya akan memperkuat impunitas dan merusak upaya pemberantasan korupsi di sektor energi.

Melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh rantai pasok BBM, guna memastikan tidak ada lagi celah bagi praktik serupa terjadi di masa depan.

Memperketat pengawasan dan transparansi dengan melibatkan lembaga independen dan masyarakat dalam pemantauan distribusi BBM.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih BBM yang digunakan. Konsumen berhak mendapatkan BBM berkualitas sesuai harga yang mereka bayar. Jika menemukan kejanggalan dalam kualitas BBM, masyarakat diimbau untuk segera melaporkan ke pihak berwenang agar dugaan manipulasi dapat segera diusut.

Sementara itu, penyelidikan terus berlanjut, dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan yang akan dijerat hukum. Dengan kerugian negara yang begitu besar serta dampak luas yang dirasakan rakyat, kasus ini harus menjadi momentum reformasi total tata kelola energi nasional. Jangan sampai skandal serupa terus berulang, dan rakyat kembali menjadi korban dari praktik korupsi yang semakin menggila.

(*Red Dessi natalia.T)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *