Media RCM.com – Jakarta | Sebagaimana kita ketahui dan mengemuka di berbagai media baik manistream atau media sosial, kehidupan bermasyarakat, berbangsa. dan bernegara saat ini tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. (5/9/2023).
Seperti: Politik dinasti kekuasaan yang semakin menguat, Kondisi perpolitikan yang selalu dihiasi black campaign setiap menjelang Pemilu, Politisasi identitas terus meningkat dari waktu kewaktu, Bukan pemerataan kesejahteraan yang terwujud tetapi pemerataan korupsi yang merajalela dengan nominal mencapai puluhan triliun: Mengemuka pejabat negara dan partai yang tidak senang dan tidak menghendaki OTT oleh KPK,
Hukum realitanya bukan alat untuk menegakkan keadilan tetapi alat kekuasaan Pemerintah, serta banyak lagi kondisi negatif yang teraktualisasi dalam kehidupan keseharian masyarakat bangsa Indonesia, yang simpul utamanya adalah UUD NRI 1945 (UUD 2002) yang tidak jelas produk hukum siapa karena produk hukum tersebut tidak memiliki nomor penetapan. Aneh tetapi Fakta.
Dalam kondisi sedemikian, Harian Kompas 30/06/2023 menerbitkan artikel tentang disertasi Sdr Jakob Tobing di Universitas Leiden Belanda yang berjudul: “The Essence of the 1999-2002 Constitutional Reform in Indonesia, Remarking ihe Negara Hukum A Socio-Legai Sudy”. Kami menilai bahwa keberhasilan reformasi konstitusi yang diusung oleh Jakop Tobing dalam bentuk amandemen empat kali terhadap UUD 1945 sebagaimana desertasinya hanyalah retorika akademis, tetapi tidak dalam realita kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Kalau banyak pihak yang menuntut kembali ke UUD 1945 itu adalah akibat realita pelaksanaan UUD 2002.
Sungguh Paradoks! Kami para Purnawirawan TNI Polri bersepakat dengan para cerdik pandai dari berbagai universitas di Indonesia melalui forum FGD yang baru saja dilaksanakan pada hari ini tanggal 5/9/2023. Atas hal ini kami berkesimpulan bahwa:
1. Pertama, Sebagaimana telah kami katakan berulang, amandemen UUD 1945 tidak dilakukan dengan baik, tidak tertib dan tidak menurut kaidah pembuatan produk perundangan di Indonesia yaitu ditandai dengan tidak adanya Naskah Akademik untuk pelaksanaan Amandemen UUD 1945,
2. Kedua, Amandemen UUD 1945 juga tidak dilakukan dengan grand design yang baik, dianalisis secara integral dan komprehensif dan karena itu dilakukan parsial sebanyak empat kali;
3. Ketiga, Amandemen UUD 1945 telah dilakukan dengan sengaja meninggalkan Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat falsafah, ideologi dan dasar negara Pancasila. Akibatnya kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini jauh dari kehendak para pendiri bangsa, yaitu kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
4. Keempat. Persatuan yang dilandasi oleh kemanusiaan berdasarkan Ketuhanan yang maha Esa untuk mewujudkan permusyawaratanyang hikmat guna mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semakin menjadi fatamorgana,
5. Kelima, kedaulatan rakyat sebagaimana kehendak Pembukaan UUD 1945 tidak mendapat tempat dalam bernegara dan telah diambil alih oleh partai politik khususnya para Ketua Umum Partai Politik:
6. Keenam, Pembangunan SDM sebagai implementasi Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak menghasilkan manusia Indonesia yang berkarakter Pancasila bahkan dalam kompetensipun menjadi pertanyaan sebab pengawas di IKN saja harus direkrut dari orang asing, begitu juga pekerja teknik dan kasar dalam banyak pabrik investasi asing juga dilakukan oleh pihak asing pemodal.
7. Ketujuh, praktek pengelolaan SDA dikooptasi oleh interpretasi Ayat (4) UUD 2002, sehingga ayat (1), (2) dan (3) Pasal 33 UUD 2002 yang menjadi cita-cita pendiri bangsa dikhianati dengan akibat yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap miskin.
8. Kedelapan, dua dari kesepakatan nasional untuk perubahan UUD 1945, mensyaratkan Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah dan perubahan harus dengan cara adendum. Hal ini bertujuan agar Pancasila lestari baik sebagai falsafah, ideologi maupun dasar negara Indonesia. Tetapi Kctua PAH I MPR-RI, Jakop Tobing dan pengamandemen UUD 1945 adalah Warga Negara Indonesia yang dengan sengaja menjadikan Pancasila sebagai jargon dan slogan bangsa dan budaya negara Indonesia.
Menurut Jakop Tobing, Pembukaan
UUD 45 murni aspirasi kemerdekaan Indonesia, sedangkan isinya merupakan ide fasis Jepang, sehingga beranggapan bahwa pendiri bangsa ini jahat, yang melakukan tindakan kriminal, UUD45 adalah produk fasis, tidak demokratik dan bersifat militeristik, dan melahirkan sistem diktator.
Kedelapan penilaian sebagaimana telah kami sebut, adalah pendapat yang mengemuka pada forum FGD ini, bahwa desertasi Jakop Tobing adalah retorika akademis. Penilaian ini kami ungkap berdasarkan realita satu generasi pelaksanaan UUD 2002, yang tidak dapat menjadi instrumen negara untuk menghantarkan bangsa Indonesia mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana Pembukaan UUD 1945,
Akan tetapi hanya memfasilitasi dan mempercepat demokrasi sebagai tujuan para pengamandemen. Sebuah langkah yang bertentangan dengan makna reformasi yang sesungguhnya. Dalam kaitannya dengan perubahan yang dilakukan, kami para Purnawirawan TNI dan Polri adalah kelompok masyarakat bangsa Indonesia yang tidak anti perubahan, sebab perubahan adalah keniscayaan karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu kami sejak 2006 telah mendorong dan mengusulkan kepada MPR-RI untuk melakukan Kaji Ulang Perubahan UUD 1945 dan akan terus melakukannya agar tidak terjadi gap antar generasi. Kemajuan sebuah bangsa harus tergambar oleh proses yang berkesinambungan dan keberlanjutan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya.
Upaya dan langkah ini harus dilakukan bersama-sama untuk mencapai Indonesia emas di tahun 2045 dalam bentuk perjuangan mendorong MPR agar bersedia melakukan Kaji Ulang Perubahan UUD 1945. Tidak seperti selama ini hanya menjadi retorika politik MPR.
Hanya orang-orang munafik yang mengaku diri Pancasilais tetapi tidak berkehendak dan memperjuangkan Kaji Ulang Perubahan UUD 1945.
( Dessi Natalia.T.)