Peran Guru Agama Dalam Pendampingan Orang Muda Katolik

Reporter Redaksi 232 Views
Veronika Erom, S.Ag, Guru Agama Katolik SMA Negeri 2 Putussibau

KALBAR, MediaRCM.com – Dalam pembinaan, pengajaran, pendidikan, serta kehadiran yang kami jalani di tengah orang muda, telah memacu kami untuk lebih dekat berjalan ke lorong-lorong dentuman gairah dan semangat mereka dengan tingkat usianya.  Maka, apa yang kami tulis dalam artikel ini tidak semata muncul dari ruang tataran ide, tetapi dari atmosfir hidup mana kala kami bersentuhan dengan orang muda dalam usia mereka yang kaya akan gairah, semangat dan perjuangannya.

Hidup Dua Sisi

- Advertisement -

Kami menemukan bahwa orang muda dalam hidupnya ibarat dua sisi mata uang.  Satu sisi, dengan hatinya orang muda datang dan hadir ke tengah-tengah kita.  Mereka adalah aset yang sangat berharga untuk masa depan. Mereka hidup dan hadir dengan berbagai semangat, optimisme dan harapannya. Dengan hatinya yang polos mereka merasakan dan mengalami dukungan dan kekuatan orang-orang di sekitarnya, baik itu dari orang-orang terdekat yakni kaum keluarga, rekan-rekan seusia, maupun dari berbagai pihak yang dengan caranya sendiri berperan serta dalam mendukung perjalanan hidup mereka sebagai orang muda.

Sisi lain, telah menunjukan bahwa dalam hidupnya orang muda kerap berada di tengah situasi hidup yang lebih memuja gaya hidup instan, serba cepat dan mudah. Berkat alat telekomunikasi yang digenggam di tangannya, terus menrus menggempur mereka untuk menjelajah dunia dari tempat tidur, pocok rumah, meja belajar dan tanpa kenal waktu. Mereka terkadang bebas kendali, tanpa masuk dalam proses kematangan diri dengan segala usaha penyangkalan diri dan kerja keras dalam menanggapi sesuatu.

1

Selain itu, mereka menemukan juga titik kelemahan dalam diri sendiri. Mereka merasa tidak percaya diri. Hal ini membuat mereka down dan kehilangan semangat dan kekuatan dalam hidup. Mereka tidak mengikari diri bahwa mereka kerap mengalami kesulitan dalam mengolah luka batin. Mereka dilecehkan dan direndahkan oleh teman sebayanya, ketika dicap bodoh, kolot dan tidak ikut arus dalam perkembangan zaman. Apalagi kalau tindakan seperti itu diceritakan di depan umum. Selain itu, menjadi tekanan tersendiri bagi mereka ketika mereka tidak mendapat perhatian penuh dari orang tua mereka yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Mereka tidak merasa cukup hanya kenyang atau terpenuhi kebutuhan materialnya. Mereka dambakan adalah sentuhan hati dan kasih sayang orang tua.

Dalam kondisi hati berat seperti itu, mereka akhirnya sangat sensitif dan cenderung menutup diri. Mereka enggan masuk untuk membangun komunikasi dengan orang lain. Mereka sangat berat hati mengampuni orang yang telah melukai hati mereka. Mereka cenderung egois dan menutup diri dalam berelasi serta enggan untuk membangun kerja sama. Pengalaman tersebut akhirnya menjadi beban tersendiri bagi mereka dalam hidup. Ketika orang muda dalam pergolakan seperti ini, kami sebagai teman seperjalanan mereka menemukan bahwa orang muda dalam tingkat usianya sungguh seperti seorang anak yang sedang merangkak: jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, jatuh lagi dan seterusnya. Mereka ingin menemukan kekuatan dalam dirinya.

2

Setiap kali Diisi

Dalam tingkat usia dan dengan semangat juangnya mereka menggemakan nada dan getaran semangat dalam hati sanubarinya bahwa “saya orang muda pasti bisa atau kami orang muda pasti bisa”. Untuk itu, ketika mereka membuka ruang hati “saya atau kami orang muda bisa”, kami sebagai pendidik, pembina, dan pengajar dalam membina, mendidik, dan mengajar, pada satu aspek, barang tentu seratus persen pasti mendukung apa yang menjadi gairah, semangat, optimisme orang muda dalam menatap masa depan yang cerah. Pada aspek lain, kami tentu tidak menutup mata dan hati ketika menyaksikan dan merasakan apa yang menjadi kata hati kecil untuk ke luar dari zona kepahitan dan keprihatinan hidup mereka.

4

Oleh karena itu, sebagai sahabat dan rekan seperjalanan, mereka diajak untuk masuk dan sadar bahwa, Pertama, mereka berada pada usia masih bertumbu dan berkembang menuju kematangan diri. Untuk itu, orang muda disadarkan bahwa mereka berada dalam masa proses perjalanan menuju kematangan diri. Kedua, mereka perlu dibekali agar mereka terus menancapkan pasak kesetiaan, berkomitmen, membuka diri, disiplin diri, dan tegas terhadap diri sendiri. Ketiga, orang muda terus didorong dan disadarkan bahwa mereka terus mengisi hidup dengan baik dan bertanggungjawab kendati di depan mata dan dalam hati mereka tertabur seribu satu macam masalah dan duka. Keempat, mereka perlu dibantu untuk masuk dalam pencelupan diri yang lebih intensif dengan bertitik tolak dari pengalaman pergulatan dan beban batin dan hidup pribadi dengan tetap mengidungkan makna dan arti bahwa hidup kaum muda adalah bagian dari kesempatan yang patut dan setiapkali diisi dengan baik dan benar.

Akhirnya, ketika dari dekat mengenal orang muda, itu ibarat sebutir emas murni yang ditaburkan dalam bara api. Dia tetap menjadi emas di tengah bara api yang hancur dan menjadi debu. Kita semua menitip hati harapan kepada orang muda, “masa kini dan masa depan adalah milikmu”.

(Penulis : Veronika Erom, S.Ag, Guru Agama Katolik pada SMA Negeri 2 Putussibau)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *