MediaRcm_Makassar – Nasib nahas menimpa Wahyuddin, karyawan PT Midi Utama Indonesia Tbk (Alfamidi) cabang Makassar.
Belum sempat menikmati jabatannya sebagai Koordinator Wilayah Sulawesi Tenggara, Wahyuddin justru menerima surat pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya sehari sebelum promosi tersebut berlaku.
Peristiwa ini kini berbuntut panjang.
Wahyuddin telah melayangkan surat keberatan dan dokumen pembelaan tertulis kepada Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Makassar, tertanggal 25 Oktober 2025, sebagai bagian dari proses lanjutan mediasi sengketa ketenagakerjaan.
Ia menilai PHK yang dilakukan pihak perusahaan melanggar prosedur hukum dan asas keadilan bagi pekerja.
PHK Sehari Sebelum Promosi Jabatan
Dalam surat pembelaannya, Wahyuddin membeberkan kronologi yang membuat publik turut bersimpati. Berdasarkan dokumen yang beredar, surat PHK dan surat keputusan promosi jabatan diterbitkan pada waktu hampir bersamaan oleh manajer HRD PT Midi Utama Indonesia cabang Makassar.
Surat PHK tersebut diterbitkan pada 30 September 2025, sedangkan sehari setelahnya, 1 Oktober 2025, Wahyuddin seharusnya resmi menduduki jabatan baru sebagai Koordinator Wilayah Sulawesi Tenggara.
Namun kebahagiaan itu sirna seketika. “Saya kaget dan syok. Hari itu saya menerima kabar promosi, tapi juga menerima surat PHK tanpa ada proses pemeriksaan,” ungkap Wahyuddin dalam surat pembelaannya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak pernah menerima surat peringatan, berita acara pemeriksaan, maupun perundingan bipartit sebelumnya. “Hak saya untuk membela diri sama sekali diabaikan,” tulisnya.
Disnaker: PHK Cacat Prosedur
Mediator Disnaker Kota Makassar, Muhajirin, yang memimpin mediasi tripartit kedua, menilai bahwa tindakan perusahaan menyalahi mekanisme hukum ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 35 Tahun 2021.
“Kami sudah mengingatkan agar hak-hak Wahyuddin tetap dijalankan. Surat PHK itu tidak sah karena menyalahi mekanisme,” tegas Muhajirin saat mediasi di Kantor Disnaker Makassar, Kamis (23/10/2025).
Muhajirin bahkan menegur keras manajer HRD PT Midi Utama Indonesia cabang Makassar, Hendriyaldi, karena dianggap tidak menunjukkan empati maupun kesadaran hukum.
“Pak Wahyuddin ini malah sedang dipromosikan dan akan diberangkatkan ke Sulawesi Tenggara. Tapi tiba-tiba di-PHK. Di mana hati nurani bapak?” ujarnya di hadapan forum mediasi.
Langkah Hukum Pekerja
Dalam dokumen pembelaannya, Wahyuddin meminta mediator Disnaker untuk menyatakan PHK tidak sah secara hukum, serta memerintahkan perusahaan mempekerjakannya kembali atau membayar seluruh hak kompensasi, pesangon, dan penghargaan masa kerja sesuai ketentuan.
Jika tidak tercapai penyelesaian dalam mediasi tripartit, ia siap melanjutkan perkara ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Wahyuddin juga menyoroti alasan “pelanggaran mendesak” yang dijadikan dasar PHK. Menurutnya, istilah itu tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Ia mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003, yang menegaskan bahwa pelanggaran berat hanya bisa dijadikan dasar PHK setelah ada putusan pengadilan.
“Kalau pun saya harus di-PHK, seharusnya sesuai aturan dan hak-hak saya dibayar. Saya tidak akan tinggal diam,” tegas Wahyuddin.
Sikap Perusahaan
Sementara itu, manajer HRD PT Midi Utama Indonesia cabang Makassar, Hendriyaldi, dalam mediasi kedua tetap bersikeras bahwa keputusan PHK tersebut sudah sesuai dengan peraturan internal perusahaan.
“Saya juga tidak tahu mau apa, ini perintah pimpinan,” ujar Hendriyaldi singkat saat dimintai tanggapan oleh mediator.
Kasus ini kini masih bergulir di Disnaker Kota Makassar, dan diperkirakan akan berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial jika tidak tercapai kesepakatan damai.



