Di tengah keraguan sistem, ia menjadi tiang penyangga bagi yang terlantar
Jakarta ll mediarcm.com ll 29 Desember 2025 – Saat kekurangan kepastian hukum membuat pencari keadilan terjebak dalam kegelapan, muncul sosok yang mengubah harapan menjadi tindakan. Dia adalah Jelani Christo, S.H., M.H. – advokat dan praktisi hukum asal Sintang yang lahir pada 7 Juli 1975, yang dengan keberanian intelektual dan kejelasan pikiran menjadikan dirinya pejuang keadilan yang tak tergoyahkan. “Pencari keadilan tidak tumbuh dari tugas semata – tapi dari hati nurani yang tidak bisa melihat orang lain menderita ketidakadilan,” ujarnya dalam wawancara pada 28 Desember 2025 di Jakarta.
Sebagai sosok yang menggerakkan berbagai lembaga hukum strategis, Jelani memegang posisi kunci: Ketua Umum Solidaritas Pembela Advokat Seluruh Indonesia (SPASI) – yang berfokus pada perlindungan profesi dan penegakan hukum berkeadilan (dikonfirmasi pelitakota.id); Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) – yang memperkuat perjuangan hak masyarakat adat Dayak (diumumkan ruai.tv); serta Direktur LBH Mandau Borneo Keadilan – yang memberikan layanan hukum kepada mereka yang tak mampu. Setiap jabatan ini bukan hanya gelar, tetapi panggung untuk berbicara bagi yang tidak bisa bersuara.
Selama karirnya, ia telah menangani dan menyelesaikan berbagai kasus besar bagi pencari keadilan:
– Kasus penganiayaan warga adat Dayak di Kapuas Hulu (2022): Berhasil membuktikan kebenaran bahwa warga dianiaya oleh oknum petugas, sehingga terdakwa dihukum dan korban mendapatkan ganti rugi (dilaporkan suaraborneosatu.com).
– Kasus korupsi dana bantuan masyarakat di Sintang (2023): Membantu kejaksaan mengungkap aliran dana yang diselewengkan, sehingga 3 oknum pejabat dihukum penjara dan dana sebesar Rp 2,5 miliar dikembalikan (dikutip kalbarterkini.com).
– Kasus penindasan pekerja migran lokal di perusahaan pertambangan (2024): Menangani kasus hak kerja yang dilanggar, sehingga perusahaan diminta membayar upah tertinggal dan memberikan perlindungan keselamatan kerja kepada 150 pekerja (dilaporkan borneonews.co.id).
Tanpa takut menghadapi kekuasaan, ia juga telah menggempur tabir gelap di berbagai kasus krusial sepanjang 2025. Dalam kasus kematian Serda Rafael Tetelo Luna bulan Desember ini, ia dengan lugas menuntut kepolisian mengungkap kebenaran di balik kejanggalan posisi tubuh, dugaan penggunaan tali elastis, dan tekanan untuk menghindari otopsi (dilaporkan ruai.tv dan insiden24.com). “Kita tidak bisa membiarkan kebenaran terkubur bersama korban – setiap tanda tanya harus terjawab,” tegasnya. Sebelumnya, pada Juni 2025, ia berkomitmen sepenuhnya sebagai bagian dari tim advokat keluarga Iptu Tomi Marbun yang hilang di Papua Barat, dengan komentar yang menggempur: “Kita tidak akan berhenti sampai semua rahasia terungkap – keadilan tidak boleh tertutup rapat oleh kekuasaan” (dikutip pelitakota.id).
Dengan landasan akademis yang kuat (Sarjana dan Magister Hukum), Jelani memahami bahwa pengacara bukan hanya penegak hukum setara dengan jaksa dan hakim (sesuai UU No. 18 Tahun 2003), tetapi juga penyeimbang kekuasaan negara. Ia mengutamakan kebenaran di atas kepentingan klien, sesuai Kode Etik Advokat Indonesia, bahkan ketika itu berarti menantang sistem. Pada Februari 2025, ia menyampaikan keprihatinan intelektual yang mendalam: “Ketika peradilan kehilangan keberanian untuk memberitakan kebenaran, kita harus bertindak – karena keadilan yang hanya ada di kertas hanyalah ilusi. Saya bahkan berani katakan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat ini, keadilan telah wafat.”
Selain itu, ia menjadi benteng perlindungan bagi rekan sejawat. Ketika advokat di Tanah Abang ditembak pada November 2025, ia segera mendesak: “Kekerasan terhadap advokat adalah serangan terhadap sistem hukum itu sendiri – kita tidak akan membiarkan ini terlewat begitu saja. Negara harus melindungi mereka yang melindungi hukum.” Ia juga sering memberikan teguran pada profesi sendiri: “Oknum advokat yang melanggar kode etik adalah cacat pada nama profesi – mereka harus dipecat agar officium nobile tetap mulia.”
“Hukum harus jadi panglima, bukan alat untuk menindas,” tegasnya yang selalu memberikan pijakan bagi yang terlantar. Dari hutan Kalimantan hingga gedung peradilan Jakarta, setiap langkah Jelani membuktikan bahwa keadilan itu bisa diraih – asal ada orang yang berani menggempur tembok ketidakadilan dengan kebenaran dan keberanian, yang semua itu tumbuh dari hati nurani yang tulus. “Saya melakukan ini bukan karena mencari pujian – tapi karena saya percaya, setiap orang berhak mendapatkan keadilan, tanpa terkecuali,” tutupnya.
Jurnalis: Kefas Hervin Devananda



