Evaluasi Yuridis atas Inkonsistensi dan Karut Marut Aturan Bangunan di Sempadan Pantai Jepara

#sempadanpantai #kabupatenjepara

Reporter Media RCM JATENG 69 Views

mediaRCM | Jepara – 13 Desember 2024.

IMG 20241211 WA0091
Dr. Djoko Tjahyo Purnomo, A.Pi, S.H., MM,. MH.

Oleh Djoko TP Waketum Inaker

Pendahuluan

Kabupaten Jepara memiliki garis pantai sepanjang 82,73 km yang kaya akan potensi wisata dan sumber daya alam. Namun, inkonsistensi dalam implementasi regulasi telah menyebabkan banyak kawasan sempadan pantai diambil alih oleh kepentingan komersial. Dampaknya adalah hilangnya akses publik, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan sosial. Kepala Bidang Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Dinas Penanaman Modal Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Budhi S menyatakan, pantai tidak boleh dijadikan kawasan eksklusif. Juga tak diperkenankan dibangun bangunan permanen. Dari penuturannya, di Jepara saat ini terdapat sekitar sembilan hotel atau restoran yang berdiri di dekat kawasan pantai. (Dikutip dari Radar Kudus – Ali Mustofa, Kamis, 20 Mei 2021 )

- Advertisement -

Fenomena ini mencerminkan kurangnya pengawasan dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan peraturan.
Dasar Hukum
1. Perda Kabupaten Jepara No. 26 Tahun 2011
– Menetapkan sempadan pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi sebagai kawasan publik.
2. Perpres No. 51 Tahun 2016
– Menggarisbawahi bahwa sempadan pantai adalah kawasan lindung yang tidak boleh diprivatisasi.
3. UU No. 27 Tahun 2007
– Menegaskan perlindungan wilayah pesisir untuk kepentingan umum.
4. PP No. 26 Tahun 2008
– Memasukkan sempadan pantai dalam kategori kawasan perlindungan.
5. UU No. 32 Tahun 2009
– Mengharuskan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan pesisir.
Praktik di Lapangan
– Meski aturan jelas, pelanggaran kerap terjadi. Banyak fasilitas komersial seperti hotel dan restoran yang berdiri di sempadan pantai di daerah seperti Telukawur, Karangkebagusan, Sekuro, dan Bandengan. Hal ini tidak hanya merugikan masyarakat lokal, terutama nelayan, tetapi juga berdampak negatif terhadap ekosistem pesisir.
– Kasus Desa dan Hak Pakai, beberapa desa mengajukan hak pakai atas sempadan pantai dengan alasan kesejahteraan masyarakat. Namun, meskipun tujuan tersebut mulia, tindakan ini sering kali berbenturan dengan prinsip hukum yang melarang privatisasi kawasan sempadan. Desa harus berhati-hati agar pengelolaan yang diusulkan tetap sejalan dengan fungsi kawasan lindung.
Implikasi Hukum
Pelanggaran terhadap aturan sempadan pantai memiliki konsekuensi hukum, termasuk:
– Sanksi Administratif seperti peringatan, penghentian kegiatan, atau pembongkaran bangunan.
– Kerusakan Ekologis yang memperburuk abrasi dan kehilangan habitat pesisir.
– Dampak Sosial-Ekonomi seperti terhambatnya kegiatan nelayan dan ketidakadilan akses.
Solusi dan Implementasi Hukum
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa langkah dapat dilakukan:
1. Pembentukan Badan Pengelola Sempadan Pantai.
Pembentukan Badan Pengelola Sempadan Pantai di Kabupaten Jepara merupakan langkah strategis untuk mengelola kawasan sempadan pantai secara berkelanjutan. Badan ini dapat menjadi lembaga yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan, merencanakan, mengelola, dan mengawasi pemanfaatan kawasan sempadan pantai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
a. Landasan Hukum
– UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
– Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
– Perda RTRW Kabupaten Jepara yang mencakup zonasi kawasan sempadan pantai.
– Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (jika ada).
b. Tugas dan Fungsinya
Tugas: Pengawasan, Pengendalian, Pengelolaan kawasan sempadan pantai dari kerusakan akibat pembangunan, abrasi, atau aktivitas manusia yang merusak.

Baca Juga:  Ketika Lomba Jadi Drama: Evaluasi Kekecewaan di Balik Lomba Desain Monumen Ratu Kalinyamat

Fungsi Utama Badan Pengelola

– Koordinasi: Mengintegrasikan perencanaan dan pengelolaan sempadan pantai dengan dinas-dinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pariwisata.
– Pengawasan: Memastikan semua kegiatan di kawasan sempadan pantai sesuai dengan peraturan tata ruang dan lingkungan.
– Perencanaan: Membuat rencana pengelolaan dan pemanfaatan sempadan pantai yang mencakup zonasi, konservasi, dan pengembangan ekonomi.
– Penyuluhan dan Edukasi: Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga sempadan pantai.
– Rehabilitasi: Melakukan upaya rehabilitasi ekosistem pantai yang rusak, seperti penanaman mangrove atau pemulihan lahan yang terdegradasi.
c. Manfaat Pembentukan Badan
– Menjadi supervisi dalam pengawasan dan pelaksanaan pemanfaatan kawasan pantai.
– Mengupayakan pengawasan dan perlindungan kawasan pantai.
-Meningkatkan kualitas ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati.
– Menjamin keberlanjutan pemanfaatan kawasan pantai untuk generasi mendatang.
– Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan kawasan yang lebih baik.
– Mengurangi konflik kepentingan dalam pemanfaatan kawasan pantai.
d. Penyediaan Anggaran:
– Anggaran bisa berasal dari APBD, bantuan pemerintah pusat, atau kerja sama dengan Pihak swasta
– Dana CSR dari perusahaan yang beroperasi di kawasan pesisir.
2. Penerbitan Kebijakan yang Tegas
Penerbitan kebijakan yang tegas merupakan langkah penting untuk menciptakan pemerintahan yang berkeadilan, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Kebijakan tegas diperlukan terutama di bidang-bidang strategis seperti pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, tata ruang, dan pelayanan publik.
Karakteristik Kebijakan yang Tegas
– Berdasarkan Landasan Hukum yang Kuat: Kebijakan harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah.
– Bersifat Berkeadilan: Kebijakan tidak boleh diskriminatif dan harus berpihak kepada kepentingan masyarakat luas, khususnya kelompok rentan.
– Konsisten dan Tidak Tebang Pilih: Kebijakan harus diterapkan secara adil kepada semua pihak tanpa memandang latar belakang, jabatan, atau status sosial.
– Transparan dan Akuntabel: Proses penerbitan dan pelaksanaan kebijakan harus dapat diawasi oleh publik untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
– Berbasis Bukti (Evidence Based Policy): Keputusan kebijakan harus didasarkan pada data, fakta, dan kajian mendalam, bukan pada kepentingan subjektif atau tekanan kelompok tertentu.
– Responsif terhadap Permasalahan: Kebijakan harus dirancang untuk menjawab kebutuhan nyata masyarakat dan menghadapi tantangan dengan solusi yang konkret.
3. Penegakan Hukum

Baca Juga:  Ucapan Selamat Mengalir dari Berbagai Elemen Masyarakat buat Paslon MAWAR

Dalam konteks penegakan hukum terhadap inkonsistensi dan privatisasi sempadan pantai di Kabupaten Jepara, ketetapan yang adil dan tidak tebang pilih sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua pihak, baik masyarakat umum, pengusaha, maupun pemerintah desa, mematuhi aturan yang berlaku. Ketetapan tersebut harus mencerminkan prinsip keadilan, transparansi, dan kepentingan bersama, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Prinsip Keadilan
– Setiap pelanggaran terhadap sempadan pantai, baik oleh pemodal besar, individu, maupun pemerintah desa, harus ditindak tanpa pandang bulu.
– Proses penegakan hukum harus dilakukan secara transparan dan melibatkan audit independen untuk meminimalkan konflik kepentingan.
– Kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan sumber penghidupan.
b. Keseimbangan Ekonomi dan Lingkungan
– Pemanfaatan sempadan pantai untuk kegiatan ekonomi harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan.
– Kebijakan yang diambil harus memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar tanpa mengorbankan fungsi ekologis kawasan pesisir.
– Ketetapan yang Tegas dan Terukur
– Pemerintah daerah perlu menetapkan prosedur yang tegas dan standar operasional yang jelas untuk pengelolaan sempadan pantai.
– Setiap permohonan hak pakai atau pengelolaan oleh desa harus melalui mekanisme yang ketat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta disertai pengawasan ketat.
– Ketetapan yang tidak tebang pilih ini akan menciptakan rasa keadilan, memperkuat legitimasi pemerintah daerah, dan menjamin keberlanjutan kawasan pesisir Jepara untuk generasi mendatang. Hal ini juga akan menjadi contoh nyata bagaimana hukum ditegakkan demi kepentingan publik secara holistik.
– Pemerintah harus konsisten dalam menindak pelanggaran tanpa tebang pilih.
– Peningkatan Partisipasi Masyarakat Masyarakat lokal harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pantai.
– Pendidikan dan Kesadaran
– Edukasi masyarakat dan pelaku usaha tentang pentingnya sempadan pantai sebagai ruang publik dan kawasan lindung.
4. Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam pengelolaan sempadan pantai. Mereka adalah pihak yang paling mengetahui kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga partisipasi mereka sangat penting dalam pengelolaan yang berkelanjutan.
Rekomendasi
1. Penegakan hukum tegas: Pemerintah harus menyelidiki pelanggaran dan menghentikan proyek ilegal.
2. Sanksi Administratif seperti peringatan, penghentian kegiatan, atau pembongkaran bangunan dengan tetap mengedepankan asas keadilan.
3. Evaluasi sistem OSS: Penyempurnaan sistem perizinan agar memprioritaskan kajian lingkungan khususnya usaha diwilayah pantai
3. Pemulihan ekosistem pesisir: Reklamasi ilegal harus dihentikan dan lingkungan yang rusak segera dipulihkan.
4. Telusuri SHM yang awalnya sempadan pantai seperti di Kelurahan Bulu dan lainnya.
Penutup
Praktik privatisasi sempadan pantai di Jepara merugikan masyarakat lokal dan merusak lingkungan. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengawasi dan menegakkan aturan sempadan pantai untuk memastikan bahwa kawasan tersebut tetap menjadi ruang publik yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Ke depan, penting bagi Pemkab Jepara untuk membuat kebijakan yang mendukung pengelolaan sempadan pantai yang adil dan berkelanjutan, sehingga bisa menjaga keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan hak masyarakat lokal.
Kebijakan yang lebih jelas, transparan, dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengatasi inkonsistensi dan memastikan keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan.
Dikutip dari beberapa sumber. (Disclaimer)
Semoga Bermanfaat

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *