Pemalang, Media RCM.com – Warga desa Gambuhan kecamatan Pulosari kabupaten Pemalang Jawa Tengah merasa resah , Pasalnya Uang Bantuan Langsung Tunai Sementara ( BLTS ) Kesra yang semestinya mereka terima sebesar Rp.900.000 di kenakan pemangkasan atau pemotongan sebesar Rp. 50.000 oleh oknum pemdes di desa tersebut.
Mendapat info adanya pemotongan atau pemangkasan uang BLTS kesra itu, Team Media mendatangi salah satu ketua RW, sebut saja Bimo ( Nama Samaran ), kepada wartawan, pihaknya mengaku dengan jujur menerangkan bahwa untuk di wilayah Desa Gambuhan memang memangkas atau memotong uang BLTS kesra dari warga dan dia sendiri juga memotong sebesar Rp. 50.000 ,-
” Tapi kan itu semua RW juga memotongnya, dan sebenarnya sejak awal saya tidak mau, akan tetapi saya punya atasan, jadi saya manut ( ikuti ) RW yang lain. Juga manut atasan saya saja,” kata Bimo Rabu, (17/12/2025)
Ia menambahkan bahwa Kasi kesra yang membagi undangan dan membawahi hal ini, memang ada pemangkasan senilai Rp. 50.000,- tiap satu Keluarga Penerima Manfaat ( KPM ) dan menurutnya masing masing RW nilai pemotongannya sama yaitu Rp. 50.000.-
Awak media masih terus menggali informasi dari masyarakat guna mendapatkan informasi lebih dalam tentang kegunaan pemotongan serta di peruntukan untuk apa, agar dalam penyajian beritanya nanti berimbang dan sesuai dengan kode etik jurnalis.
Untuk itu Team Media pun mendatangi kediaman Kepala Desa Gambuhan, kepada media pihaknya membenarkan adanya pemotongan tersebut.
” Iya memang ada pemangkasan di suatu kelompok RW, ” kata Kepala Desa.
Namun sangat disayangkan, beberapa waktu kemudian, munculah atau terbitlah sebuah berita dari sebuah media online , yang memuat berita tentang pernyataan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), yang menyatakan bahwa upaya pemotongan BLTS kesra oleh oknum Pemdes tersebut tidak ada masalah, ko ya dia yang menyangkal. Padahal jelas dari tim media sudah klarifikasi ke RW dan kades di kediamannya.
Di duga dari LSM tersebut ada kepentinggan pribadi.
Pemberitaan tersebut, di rasa oleh warga desa setempat tidak mewakili permasalahan yang ada saat ini, sebab tidak tercantum komentar keluhan warga dan komentar oknum-oknum yang di duga terlibat pemotongan.
Seperti yang diungkap oleh Mi’ing (Nama Samaran) yang mengaku bahwa uang sebesar itu tentunya sangat berharga sekali bagi warga yang membutuhkan. Ia pun juga mempertanyakan alasan pemotongan tersebut dan di gunakan untuk apa peruntukannya.
“Kami bingung untuk apa pemotongan itu, kalau tidak jelas peruntukannya, sebaiknya kembalikan uang potongan itu pada kami sebagai warga Keluarga Penerima Manfaat,” ujar Mi’ing.
Ia juga menambahkan bahwa warga hanya butuh penjelasan dari pihak yang langsung melakukan pemotongan.
“Sebaiknya orangnya yang terlibat langsung yang memberikan penjelasan , bukan dari pihak lain yang tidak ada hubungannya,” pungkas Mi’ing.
Perlu diketahui, praktik pemotongan atau pemangkasan dana bantuan sosial (bansos) oleh oknum pemerintah desa diduga kuat melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Seperti yang tercantum sebagai berikut
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Pasal 2 dan Pasal 3: Tindakan oknum yang mengurangi secara tidak sah dana bantuan sosial yang dialokasikan untuk masyarakat berhak dapat dikategorikan sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, yang merupakan unsur tindak pidana korupsi.
Pasal 12B: Mengatur tentang gratifikasi (pemberian hadiah atau janji) yang berkaitan dengan jabatan. Pemotongan dana bansos dapat diinterpretasikan sebagai upaya mengambil keuntungan secara tidak wajar dari wewenang yang dimiliki.
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Penyaluran Bantuan Sosial: Setiap program bansos, termasuk BLTS, diatur secara teknis oleh PMK terkait.
Pada umumnya, peraturan ini menegaskan bahwa dana bansos harus disalurkan secara penuh (100%) kepada penerima manfaat yang telah ditetapkan. Setiap pemotongan, pengurangan, atau pemotongan di tengah jalan tanpa dasar hukum yang sah merupakan penyimpangan terhadap peraturan penyaluran.
3. Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pengelolaan Keuangan Desa:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan turunannya mengatur tata kelola keuangan desa secara transparan dan akuntabel. Jika pemotongan dana bansos diklaim untuk kepentingan desa, maka harus melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang sah, dengan perencanaan, persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pelaporan yang jelas. Pemotongan langsung di tingkat RW tanpa dasar APBDes yang transparan melanggar prinsip pengelolaan keuangan desa.
4. Kode Etik Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Disiplin PNS:
Tindakan oknum pemdes yang memotong dana bansos melanggar kewajiban untuk melayani masyarakat dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Perbuatan ini dapat dikenai sanksi disiplin sesuai peraturan kepegawaian.
Pemotongan dana BLTS Kesra di Desa Gambuhan diduga kuat merupakan tindakan illegal dan melawan hukum. Argumen dari pihak mana pun, termasuk pernyataan LSM tertentu, tidak dapat mengesampingkan ketentuan perundang-undangan yang melarang pengurangan dana bansos yang telah dialokasikan untuk masyarakat miskin dan rentan.
Dan perlunya ada tindakan tegas dari dinas terkait mengenai pemdes Desa gambuhan. Bukan hanya di kembalikan saja uang hasil pemotongan akan tetapi ada sanksi yang perlu dinas lakukan hal ini. ( sekhudin )



